Tuesday, March 8, 2011

Singapore for The First Timer

Dari KL saya dan seorang teman meneruskan perjalanan ke Singapura menggunakan bis KBES dengan modal $150 ($100 saya bawa dari Indonesia dan $50 saya tukar di Singapura) dan tiket pulang ke indonesia seharga $28.

Senin, 21 Februari 2011

Woodland Checkpoint, Little India, dan Bugis
Hampir tengah malam kami tiba di Woodland Checkpoint, imigrasinya Singapura. Semua penumpang turun dengan membawa seluruh barang bawaan. Bis tidak akan menunggu, tapi tiket masih bisa digunakan untuk bis yang sama yang lewat berikutnya. Sebelum menghadap petugas, jangan lupa mengisi kartu kedatangan dan kepulangan di counter kartu. Berbeda dengan pesawat, bis tidak menyediakan kartu tersebut.

Memang banyak yang bilang kalau baru pertama kali datang ke Singapura akan banyak ditanyai macam-macam oleh petugasnya. Hal itu sempat terjadi kepada saya, tapi tidak separah teman saya yang sampai harus dibawa ke ruangan petugas hingga menyebabkan kami ketinggalan bis. Saya sarankan untuk mencatat alamat tempat tinggal kita selama tinggal di sebuah negara, walaupun tidak akan tinggal di sana. Ini penting untuk mengisi kartu isian imigrasi. Untuk kasus saya, petugas tidak pernah bertanya mendetil soal itu, tapi untuk jaga-jaga saja.

Tengah malam, dingin, tidak kenal siapapun, dan tidak tahu mesti kemana, membuat kami sempat kebingungan, sampai akhirnya saya memutuskan ke daerah Little India dengan pertimbangan di sana banyak penginapan murah (budget hotel) dan sesuai dengan alamat yang saya tulis di kartu. Bis yang kami tumpangi dari Malaysia seharusnya membawa kami ke loketnya di Beach Road, tapi dari checkpoint ini penumpang bisa bebas melanjutkan perjalanan. Niat awal saya, biarlah malam ini kami bermalam di loket, sehingga bisa berhemat. Lalu kami bertanya soal bis kami kepada seorang bapak yang sedang duduk sendiri seperti juga sedang menunggu bis, dan jawabannya adalah bis kami baru akan lewat lagi besok subuh dan tiket yang ada sudah tidak berlaku lagi.

Kami melihat ada beberapa orang yang juga menunggu bis, tapi ragu untuk bergabung karena tidak tahu mau naik bis apa. Lalu mondar-mandir sebentar mencari orang yang tepat yang bisa ditanyai, kami pun melihat ada telepon umum, sayangnya tidak ada koin. Tadinya saya berencana menelepon beberapa penginapan untuk pesan kamar, takutnya sudah datang malah penuh. Beginilah jadinya kalau tidak punya credit card, karena kebanyakan penginapan di sini menerima online booking.

Mungkin karena masih melihat kami kebingungan, bapak tadi masih berusaha membantu kami dengan menyarankan bis yang harus kami naiki kalau memang mau ke LI. Setelah reconfirm kepada petugas yang mencatat setiap bis lewat, kami pun akhirnya mengikuti saran bapak itu. Kami naik bis yang sama dengannya, #170 ke terminal bis Queen Street dengan membayar ongkos $2. Masukkan uang ke kotaknya, maka  tiket berukuran kecil akan keluar. Walah, walaupun jalanan sepi, lampu lalu lintasnya tetap menyala seperti biasa, dan supir bis pun patuh serta tidak ngebut. Saya mencoba membuka peta penginapan yang saya bawa, ternyata memang cukup dekat dengan Queen St. Saya yang tadinya sempat su'udzon langsung berubah 180 derajat terhadap bapak itu.

Sampai di terminal bis, bapak itu menawarkan bantuan mengantarkan kami ke daerah LI sambil dia berjalan pulang. Sebenarnya saya tidak tahu daerah Little India seperti apa, saya hanya tahu bahwa penginapan yang saya inginkan ada di daerah itu. Modal saya hanya alamat dan nomor telepon. Bisa saja saya naik taxi langsung ke sana, tapi karena pertimbangan ketersediaan kamar saya lebih rela berjalan mencari sendiri, tho saya sudah berada di daerah yang benar.

Saya lupa saya ada di jalan apa, mungkin Sungei Rd. atau Jalan Besar, pokoknya setelah itu kami mulai bergerilya mencari penginapan. Saya ingin di InnCrowd Hostel di Jl. Dunlop, sesuai alamat yang saya tulis dan rekomendasi dari hasil riset selama belum berangkat, tapi kalau tidak ketemu ya tidak apa-apa yang penting tempatnya layak, baik secara budget maupun kebersihan. Saya kurang sreg dengan penginapan yang kami datangi pertama kali, entahlah mungkin karena saya tidak ingat ini direkomendasikan atau atau tidak, atau melihat tempatnya yang tidak nyaman. Lalu kami kembali menyusuri jalan, mungkin Perak Rd. karena ada Footprints Hostel di sana. Sayang penuh kalau untuk besok malam. Ada sih, tempat tidur kosong malam itu (karena saya memilih dormitory room) tapi kami harus check out besok pagi. Akhirnya kami memutuskan mencari tempat lain, tapi tidak lupa mengambil beberapa brosur yang ada, terutama peta Singapura. Hostel ini memang menjadi salah satu alternatif saya sehingga tahu bahwa InnCrowd ada di dekat sini. Agak susah malam itu kami menemukan ICH walaupun sudah berada di Jl. Dunlop karena palangnya tidak terlalu terlihat, ternyata ada tepat di sebelah toko makanan tempat kami bertanya, sayang sudah penuh bahkan untuk besok malam. Pilihan terakhir saya adalah ABC Hostel di Jl. Kubor.

Kami terus berjalan dan akhirnya masuk ke toko makanan untuk menukarkan uang koin. Waktu kami bertanya soal telepon umum dan Jl. Kubor, 2 orang India yang kami temui tidak tahu, tapi begitu saya tanya Jl. Arab, baru mereka bisa mengarahkan kami, dibantu bapak-bapak bertampang oriental yang baru datang dengan sepedanya. Bapak ini juga tahu Jl. Kubor. Di sini sempat terbersit rasa aman berada tengah malam di negeri orang, apalagi ketika orang India yang lebih tinggi menawarkan handphone-nya karena di dekat sini tidak ada telepon umum, tapi saya tolak karena segan.

Lucunya, walaupun sudah berputar-putar, kami tidak menemukan Jl. Arab, malah bertemu lagi dengan kedua orang India tadi yang sedang makan di bawah pohon, entah di jalan apa itu. Dia menegur dan datang menghampiri, dan dari nada bicaranya, saya menangkap rasa kasihan, apalagi kepada saya yang perempuan. Di sinilah akhirnya saya menerima kebaikannya, setelah temannya seperti mendesak agar meminjamkan hp kepada kami. Akhirnya saya berhasil booking tempat di ABC Hostel untuk malam besok.

Karena baru bisa check in jam 12 siang, saya memutuskan untuk ke sana berjalan kaki santai saja sambil menikmati kesunyian kota dan sempat duduk sejenak dipinggir jalan. Di tengah perjalanan teman saya melihat masjid, tapi gelap dan tampaknya tidak biasa dijadikan tempat para musafir beristirahat. Kami terus berjalan sampai akhirnya menemukan Jl. Victoria. Aha! Lampu di kepala saya menyala, teringat hasil riset bahwa daerah ini berdekatan dengan North Bridge Road. Di sana ada Backpacker Cozy Corner Guesthouse,  penginapan yang awalnya ingin saya tempati. Segera peta dibuka. Di situasi inilah saya bisa merasa bangga dengan diri saya karena melakukan beberapa riset sebelum pergi dan ternyata mempunya kemampuan membaca peta lebih baik.

Melihat tempatnya yang berada di lantai 2 teman saya ragu, tapi akhirnya kami menginap di sana 2 malam dengan tarif $85 untuk 2 orang dengan 1 tempat tidur bertingkat. Dengan alasan bahasa, teman saya agak keberatan kalau harus tidur terpisah dari saya dan bercampur dengan orang lain. Awalnya kami hanya ingin mengambil 1 malam karena merasa rugi, tapi dengan pertimbangan kondisi badan dan potongan $5, akhirnya keputusan berubah.

Secara lokasi, penginapan ini sangat strategis, kebersihan kamar lumayan, dan saya juga tidak keberatan dengan sarapan yang hanya menyediakan roti tawar yang bisa dibakar sendiri, mentega, selai, serta kopi dan teh yang bisa diseduh sendiri. Yang membuat kurang sreg hanyalah letak ruang makan yang berdekatan dengan bilik-bilik mandi, sehingga bisa mendengar bunyi-bunyian dari dalam sana, tapi kemaren untungnya tidak ada yang lagi beraktifitas di kamar mandi waktu kami sarapan...:)

Selasa, 22 Februari 2011

Pulau Sentosa, Vivo City, Orchard Rd., Chinatown, City Hall (Esplanade, Merlion Park, Marina River, Anderson Bridge), dan Bugis
Setelah sarapan roti bakar, tidak lupa saya mengisi botol dengan air  kran, tujuan pertama kami adalah Pulau Sentosa. Dari penginapan tinggal jalan kaki saja ke stasiun MRT Bugis yang ada di  dalam Bugis Junction. Setelah membeli EZ-Link seharga $12 yang bisa digunakan untuk bis maupun MRT, kami pun mulai berbaur dengan penumpang lain. Sama seperti di KL, tiket MRT juga bisa dibeli lewat mesin. Wow, sempat kaget juga karena semua orang sepertinya berjalan cepat dan terarah, yang menuju kereta berjalan di kiri dan kanan dekat tembok, dan yang keluar berjalan di antaranya. Kami sempat bingung harus naik MRT ke arah mana karena tidak ada petunjuk ke Pulau Sentosa, saya hanya tahu harus ke Harbourfront. Akhirnya kami meminta bantuan seorang pria yang tadinya sedang membantu orang lain. Ketika kami sedang melihat papan petunjuk rute, kami dihampiri seorang ibu yang seperti petugas di sana, yang ikut memastikan arah tujuan kami. Jadi dari MRT Bugis kami akan transit di MRT Outram Park lalu turun di stasiun MRT Harbourfront.

Dari harbourfront kami memutuskan naik cable car ke Pulau Sentosa karena tidak kesampaian waktu di Genting kemarin. Harganya lumayan mahal, $24 one way, dan $26 return. Kami memilih one way dan kembali dengan kereta. Dari sini juga bisa dengan kereta dan lebih murah, $3 pp. Tapi kan, naik kereta sudah saban hari, mau juga dong, merasakan pengalaman lain.

Turun di stasiun cable car kami harus melewati sebuah toko untuk masuk ke  arena bermain. Kalau hanya sekadar berjalan untuk menikmati suasana yang ada, itu semua bisa dilakukan dengan gratis, tapi kalau mau masuk ke arena tertentu seperti Universal Studio atau Casino, ya harus baris dulu di depan loket (tahu maksudnya, kan?:))

Karena membutuhkan waktu seharian kalau mau main di US, kami hanya menikmati suasana di luarnya saja. Lumayan banyak spot bagus kok, yang paling favorit tentunya di depan bola bundar US itu lha... harus sabar kalau mau dapat moment bagus dan benar-benar sendirian berdiri di depannya :).  

Puas di sini, kami kembali dengan bis ekspres yang gratis. Bis ini mengantarkan kami ke Vivo City, sebuah pusat perbelanjaan. Walaupun selalu berada di pusat perbelajaan, entah kenapa saya tidak pernah punya keinginan belanja selama trip ini. Saya akhirnya sadar bahwa di manapun stasiun MRT atau bis yang saya naiki atau turun, pasti semuanya berada di dalam atau di dekat tempat belanja.

Dari sini perjalanan dilanjutkan ke Chinatown, sayang kami sempat salah masuk stasiun, akibatnya membuang jatah deposit EZ-Link  Keluar dari stasiun MRT Chinatown kami lansung melihat-lihat dan mampir ke beberapa toko. Kebiasaan yang  langsung membandingkan harga ke dalam rupiah, niscaya akan membuat kita tidak akan membeli apapun dari sini. Banyak barang-barang unik yang dijual per paket (istilah saya) seperti $10/3 item  atau $5/3 item untuk asesoris, gantungan kunci, dan pernak-pernik lainnya tinggal pilih-pilih dan lihat kualitasnya. Waktu sedang makan siang di KFC (tanpa nasi), tiba-tiba saya kehilangan kamera, saya teringat itu ketinggalan di counter tempat saya menukarkan uang tadi. Langsung saya berlari ke sana, dan rupanya disimpan sama orang money changer-nya.

Dari Chinatown kami lanjut dan turun di MRT Orchard. Saya lupa, apakah waktu masih di Chinatown atau di Orchard, kami sempat panik karena EZ-Link tidak bisa digunakan, lalu kami pergi ke counter informasi, ternyata deposit kami kurang dan harus menambah minimal $10. Kami hanya melihat sekenanya saja isi mall, lalu keluar dan berfoto di bawa tulisan Orchard Turn. Kemudian saya mengajak teman saya untuk mencoba bis 2 tingkat, #7. Tidak tahu bis ini akan melewati tempat apa saja walaupun ada peta rute di tiap halte, tapi yang pasti melewati Botanic Garden dan akhirnya berhenti di stasiun bis Clementin. Dari sini kami kembali naik kereta dengan tujuan Merlion Park. Seharusnya kami turun di stasiun MRT Raffles Place, tapi karena lupa saya mengajak turun di stasiun MRT City Hall. Dalam perjalanan keluar dari stasiun saya sempat membaca tulisan Marina Square di tempat ini. Saya juga melihat ada sedikit keramaian di sebuah toko, ternyata ada diskon, cobalah saya ke masuk, dan akhirnya BELANJA!

Karena sore itu hujan, kami berteduh sebentar di halaman depan mall yang ada kincir air besar sambil celingak-celinguk mencari patung ikan berkepala singa, tapi tidak juga kelihatan. Lalu kami bertanya kepada orang di dekat kami, herannya mereka tidak tahu. Mungkin mereka juga turis, pikir saya. Lalu bertanya kepada pria yang memakai seragam restoran atau toko roti, malah mengaku tidak bisa Bahasa Inggris. Mulai penasaran, kami turun ke halte bis, yang ada di Raffles Rd., ternyata tidak juga terlihat, sampai akhirnya bertanya kepada seorang pria yang lewat.

Ketika kami mengikuti arah yang ditunjukin oleh si pria tadi, kami malah bertemu dengan gedung beratap seperti kulit durian yang dikenal sebagai Esplanade. Karena hujan masih lumayan deras, kami berhenti sesaat di dekat pintu masuk ruangan bawah tanah. Tadinya kami pikir itu pintu ke stasiun MRT, tapi kok sepi. Lalu kami mencoba turun dan ternyata membawa kami ke dalam bangunan Esplanade Theater. Di dindingnya banyak terdapat poster nama-nama pengisi acara dan jadwal-jadwal pertunjukan. Kami juga melihat beberapa orang yang membawa alat musik, mungkin akan latihan.

Begitu keluar kami langsung melihat panggung pertunjukan outdoor yang berdiri di pinggir sungai. Ada banyak orang di sini yang sedang duduk-duduk sambil berteduh dari hujan, dan juga yang sedang foto-foto dengan latar belakang bangunan unik seperti perahu yang disanggah oleh 3 buah tiang, yang katanya adalah casino dan ArtScience Musium di Marina Bay Sand. Sambil masih bertanya-tanya di mana sebenarnya si Merlion berada, akhirnya kami menyadari dan melihat dari kejauhan bahwa si patung ada di dalam sebuah kotak. Yup, sedang di-service.

Ketika hujan mulai reda kami berjalan mendekati patung dengan menyusuri Esplanade Drive. Makin sore tempat itu makin ramai. Untuk mengobati rasa kecewa karena si singa sedang'dikandang' para pengunjung, termasuk saya cukup puas dengan berfoto di dekat duplikat Merlion yang ada di bagian belakangnya.

Di sini kami mencoba mengelilingi Marina River menggunakan Singapore River Cruise seharga $15 untuk 30 menit. Selama di atas perahu petugas akan memutarkan rekaman mengenai tempat-tempat yang dilewati, dan telinga saya menangkap backsound lagu Rasa Sayange di dalamnya. Selain memanjakan mata menikmati bangunan-bangunan unik, bersejarah dan terkenal, kami juga melihat patung anak-anak yang sedang melompat ke sungai. Waktu sedang menunggu giliran naik perahu saya sempat bertanya soal Henderson Bridge, yang juga dikenal sebagai Henderson Wave kepada petugas di loket.

Puas di dekat Merlion, kami berjalan ke arah The Fullerton Hotel, melewati Anderson Bridge, dan bersantai di taman dekat Victoria Theater, lalu kembali ke pinggiran sungai di dekat Esplande, menunggu moment, saat-saat ketika matahari tenggelam dan semua lampu menyala, khusunya laser yang berasal dari atas casino. Sayang, dengan kamera dan kemampuan fotografi yang ada, sangat sulit bagi saya mendapatkan gambar-gambar bagus. Sore itu kami juga banyak melihat bahwa selain sebagai tempat kumpul dan bersantai, daerah ini juga banyak dipakai sebagai tempat jogging.

Sudah merasa cukup di sini, kami memutuskan kembali ke penginapan di daerah Bugis dengan berjalan kaki. Dari perjalan ini kami jadi tahu bahwa ke Marina Bay dapat ditempuh lewat darat. Setelah bersih-bersih dan makan di bawah penginapan yang memang banyak penjual makanan, saya mencoba menyeberang melihat isi Parco Bugis Junction. Sayang malam itu sudah banyak yang bersiap tutup dan karena belum mengantuk, saya mencoba fasilitas internet yang ada di penginapan.

Rabu, 23 Februari 

Henderson Waves, Little India, Mustafa Center, dan Changi Airport
Pagi ini tujuan pertama adalah Henderson Wave, jembatan dengan bentuk bergelombang yang memang menjadi salah satu tujuan utama saya datang ke Singapura. Setelah sempat browsing semalam saya jadi tahu bahwa jembatan itu berada di Mount Faber Park. Dari penginapan kami bisa langsung naik bis #145 atau kereta ke stasiun MRT Harbourfront.

Saya lebih memilih naik bis, bosan naik MRT terus. Tidak seperti di Malaysia, si sini semua kereta ada di bawah tanah. Di dalam bis yang melewati Vivo mata saya mulai celingukan mencari tulisan Mount Faber Park. Lalu karena saya pikir tempatnya pasti tidak jauh dari Vivo maka saya pun berhenti di halte yang tidak jauh dari sana dan bertanya kepada orang yang kami jumpai, ternyata dia tidak tahu karena baru datang. Lalu kami mencoba berjalan ke arah Vivo dan bertanya kepada petugas keamanan, dia jawab masih jauh. Dan kami kembali ke arah halte terdekat dan bertanya lagi kepada petugas kebersihan di sebuah gedung, dia juga bilang masih jauh dan menyarankan naik bis. Di halte saya mencoba memastikan lagi kepada penjual minuman. Yup, ternyata dari tadi saya sudah naik bis yang benar. Di dalam bis saya mencoba memastikan tujuan saya kepada supir, menyesal kenapa tidak dari awal begini! Dan walapun taman ini ada di Henderson Rd, tapi berhentinya di halte Henderson Rd. yang kedua yang tepat berada di tangga menuju lokasi. Mungkin karena hari kerja, hanya beberapa orang saja yang tampak sedang berlari pagi. Di sini saya melihat bahwa negara ini tidak sebersih yang diceritakan, ada beberapa sampah tertinggal di sini, tapi pagi itu kami melihat mobil yang sedang membersihkan jalan.

Selesai menikmati pagi dari atas jembatan, kami beranjak menuju Little India. Dengan kemahiran membaca petunjuk peta, saya memutuskan naik bis (lupa nomor bisnya) dan berhenti di halte Serangoon Rd. (ditulis S'goon Rd.) dekat Tekka Center, tempat belanja yang banyak menjual pernak-pernik India. Karena sebagian besar toko masih tutup kami memutuskan sarapan dulu, dan chicken rice-nya tidak seenak yang saya coba di KL. Tempat makan kami persis berada di depan G4 Station Hostel. Dengan memperhatikan sekeliling saya pun menyadari bahwa malam kemarin kami sangat dekat ke daerah ini.

Setelah sarapan kami mulai menyusuri jalan-jalan di daerah Little India ini. Semuanya berbau India, orang-orangnya, aroma rempah-rempah yang khas, pernak-pernik, dan bahasa. Waktu sedang melihat-lihat ke dalam Sri Veeramakaliamman Temple, saya bertemu dan akhirnya berkenalan dengan seorang turis dari Jerman yang katanya sedang menuju Mustafa Centre. Saya hampir lupa tentang tempat ini. Sekalian saja, setelah saya membantunya 'membaca' peta kami bergabung menuju ke sana. Saya sih, sekadar ingin tahu saja tempatnya, tidak untuk belanja walaupun katanya murah-murah. Setelah melihat-lihat sekilas, kami  berdua berpisah dengan turis Jerman itu. Dia masih ingin melihat-lihat sedangkan kami harus segera ke bandara, ditambah kami masih harus mencari posisi stasiun MRT Little India. Stasiun ini ada di jalan Buffalo Road. Lucu deh, selain ada Buffalo Rd. juga ada Kerbau Rd. di sini.

Kurang lebih 3 hari menjadi turis asing di sini mengajarkan saya bahwa TIDAK USAH MALU DAN RAGU keliling-keliling sambil membawa PETA, baik peta negara/kota Singapura maupun peta rute MRT.

Menuju Changi Airport, kami harus transit di stasiun Tanah Merah. Baru ini saya merasakan stasiun kereta di tempat terbuka. Dan sama seperti di KL, walaupun ada di tempat terbuka dan ada AC untuk yang berada di bawah tanah, masih saja dipasang kipas angin di beberapa stasiun yang saya singgahi. Nah, kembali linglung begitu tiba di Changi Airport hehhehe... Susah sekali rasanya menemukan stasiun skytrain yang akan mengantar kami ke terminal 1, bahkan sempat naik-turun lift dan bertanya kepada  beberapa orang yang kami temui. Jadi, begitu naik lift ke lantai paling atas langsung jalan terus ke kiri, nanti akan jelas terlihat petunjuk arahnya. Dari gedung bandara ini penumpang yang ke T1 akan diantar gratis dengan skytrain. Lalu silahkan temukan counter maskapai penerbangan kita untuk check in. Waktu itu kami menggunakan Value Air yang merupakan bagian dari JetStar yang ada di counter 3. Oiya, dengan harapan akan kembali lagi ke sini, kami pun tidak meng-UANG-kan kartu EZ-Link kami.

Setelah melewati imigrasi, kami berkeliling sebentar menikmati ruang tunggu bandara yang hampir seperti mall. Suasananya memang nyaman sekali untuk menunggu. Selain toko-toko dan restoran, di sini juga ada fasilitas internet, cas hp yang tersimpan di dalam kotak-kotak yang ada kuncinya, keran air minum, dan lantai berkarpet kalau memang ingin tidur-tiduran. 

Sore itu pesawat kami delay sekitar setengah jam, tapi uniknya kami baru tahu setelah berada di dalam pesawat, lalu kami juga memperhatikan bahwa pesawat harus mengantri untuk lepas landas. Walaupun tidak terlalu lama, selama menunggu penumpang disuguhkan muffin dan setengah gelas air putih.

FYI, uang saya hanya tersisa 35 cents ($1=6900-an)...:( 

Evidence




 




























5 comments:

riris said...

wow....kita nyaris ketemu ya, sy juga disana,just few days before you came to singapore.salam kenal.
http://ika-riris.info/on-vacation/singapore.html

arionx said...

aihh. gw kirain lu ke KL n SG tuh trip urusan kantor, ternyata plesiran sendiri tho. ckckckck.

aDya aRea said...

mbak bisa minta tolong kayanya saya inget nginep di hotel abchostel tapi saya ingin contact2 dulu yah mbak mau tanya2...bisa hubungi saya di email : ady_rnr_t14@yahoo.com atau di hp saya 085645029471 nanti saya tlp. ini adya....

saya pengalaman belum ada mbak jd ini yang pertama

aDya aRea said...

makasie banyak mbak

vitarlenology said...

pakabar? senang akhirnya bisa bertemu lagi meski lewat blog.. kalo ke bandung lagi jangan lupa mampir loh.. aku suka blognya.. banyak info jalan-jalannya.. terima kasih loh sudah berbagi..

salam hangat,
tarlen