Thursday, March 3, 2011

Malaysia for The First Timer

Ini truly pengalaman pertama saya ke luar negeri bermodalkan tiket Air Asia Rp155.000 tanpa tambahan apapun termasuk asuransi, airport tax Rp150.000, uang saku RM150, dan 1 buah ransel. Jadi selain soal budget, juga soal kebodohan-kebodohan tidak penting yang memperkaya pengalaman...

Sabtu, 19 Februari 2011
LCCT, KL Sentral, dan Ampang
Jam 5 sore waktu Malaysia saya yang pergi berdua teman tiba di LCCT (Low Cost Carrier Terminal), bukan di KLIA. Seperti banyak yang bilang, bandara ini terkesan biasa tapi tetap bersih dan luas. Byur... hujan deras langsung menyambut begitu kami tiba di gedung bandara. Tidak perlu bingung kalaupun ketinggalan penumpang lain, petunjuknya terbaca jelas, atau kalau pusing tinggal tanya saja kepada petugas. Di tengah jalan menuju counter imigrasi kami menyempatkan diri foto-foto di beberapa spot yang dianggap menarik, terutama kalau membaca kata-kata Melayu yang unik.

Di dalam pesawat kita akan diminta mengisi kartu kedatangan dan kepulangan seperti yang kita isi di imigrasi Indonesia, tapi ini untuk imigrasinya Malaysia. Oleh karena itu, jangan jauh-jauh dari paspor dan pena selama di dalam pesawat.

Sebelum mencapai pintu keluar akan ada loket-loket yang menawarkan tiket ke Stasiun KL Sentral. Saya memilih Aerobus karena murah, RM8, yang lain ada yang RM9. Setelah di luar mata langsung celingukan, antara ingin menikmati dulu suasana di  sekitar bandara, tapi juga harus mengejar waktu jangan sampai kemalaman tiba di rumah teman, tempat kami menginap. Sempat mencari-cari, menunggu, dan akhirnya bertanya kepada petugas soal bis. Rupanya kami harus berjalan ke arah areal kiri, ke tempat bis ngetem. Ada banyak tempat makan kalau kelaparan di sini. Aerobus warnanya kuning, dan menurut saya tidak lebih bagus daripada DAMRI di Soekarno-Hatta. Bisnya ber-AC tapi tidak ada box tempat menaruh barang-barang.

Perjalanan ditempuh sekitar 1 jam. Tanaman kelapa sawit yang juga bisa dilihat dari atas ketika pesawat akan mendarat menghiasi kiri-kanan jalan yang lurus, rata, dan lancar. Memasuki kota, rasa kagum mulai saya rasakan. Bangunan-bangunannya hampir sama wah seperti di Jakarta, tapi, entahlah, seperti ada sensasi berbeda yang terasa ketika melihat tata kota, arsitektur, cahaya lampu, dan para pemakai jalan yang patuh terhadap rambu-rambu lalu lintas walaupun pada saat itu jalanan sepi dan tidak ada petugas.

Dari KL Sentral kami masih harus berjalan kaki ke stasiun monorail Tun Sambathan (LRT atau monorail akan saya sebut sebagai kereta dalam tulisan ini karena banyak sekali istilah untuk kereta di negara ini) yang lokasinya ada di luar gedung. Malam itu orang yang menuju ke sana agak sepi sehingga kami mencoba bertanya kepada orang yang dijumpai di tengah jalan, untunglah kami memang berada di arah yang benar. Kepada petugas di loket kami menyebutkan Sstasiun Hang Tuah sebagai tujuan kami lalu membayar  RM1,2 per orang. Harga tiket kereta berkisar RM1-3, tergantung jarak, dan bisa dilihat di kaca loket. Bolak-balik mencoba menempelkan tiket di pintu mesin tidak juga berhasil, sampai akhirnya diberitahu oleh orang yang lewat. Jadi di kartu itu ada tanda seperti tanda panah dan berlubang, bagian itulah yang menghadap ke atas dan diarahkan ke dalam  tempat masuknya kartu. Kartu itu akan keluar tegak bersamaan dengan terbukanya palang pintu. Jangan lupa kartu diambil lagi untuk digunakan ketika keluar stasiun. Sesampai di dalam, kami juga masih bertanya untuk memastikan bahwa kami berada on the right track. Dari stasiun ini kami meneruskan perjalanan ke Stasiun Cempaka yang ada di daerah Ampang sebagai tujuan akhir. Keluar dari sini kami segera mencari telepon umum. Di sini kembali terjadi kebingungan. Pernah kami ketemu telepon umum, ternyata rusak. Nah, ketika melihat ada yang sedang menggunakan telepon umum, kami segera menghampirinya dan meminta bantuan cara menelepon nomor yang ada setelah sebelumnya memastikan bahwa itu adalah nomor handphone. Rupanya telepon koinnya bisa digunakan untuk menghubungi hp (saya tidak tahu apakah telepon koin di Indonesia juga bisa untuk handphone, atau malah penggunaannya tidak populer lagi?). Yes, akhirnya problem solved, saya bertemu Ellyza, CouchSurfer yang menjadi host kami, dan malam itu dia mengajak dinner masakan India, roti nan, chai, dan tandoori. Pulang dari sana Ellyza meng-henna kedua tangan saya, dan saya suka sekali.

Minggu, 20 Februari 2011
Batu Caves, Masjid Jamek, Pasar Seni (Central Market), Chinatown (Jl. Petaling), dan KLCC
Pagi-pagi saya mendengar adzan. Gulang-guling sebentar dan tampaknya terlalu excited untuk tidur lagi, hingga saya  memutuskan mandi. Lalu saya sadar bahwa jam 7 masihlah waktu yang teramat pagi dan gelap untuk beraktifitas, terutama di hari minggu. Ya, walaupun hanya berbeda 1 jam lebih cepat, matahari di sini baru terbit dan terbenam di atas jam 7.

Sekitar jam 9 kami baru keluar rumah dan sarapan di warung makan yang buka 24 jam. Saya dan teman  mencoba nasil lemak yang porsinya seperti nasi kucing dengan potongan telur dadar, timun dan sambal, serta minum teh o (teh manis). Setelah itu kami naik bis dengan ongkos RM1,9 dari halte yang tidak jauh dari tempat kami sarapan. Kalau bisa kasih uang pas saja karena tidak ada kembaliannya kalau kita kasih RM2. Dari sini kami berhenti di depan Maybank Tower, lupa nama tempatnya, lalu jalan kaki ke Stasiun Pasar Seni dan membeli tiket ke Stasiun KL Sentral. Kalau tidak mau antri di loket, kita bisa langsung beli tiket dari mesin. Tinggal pilih tujuan dan untuk berapa orang, lalu masukan sejumlah uang satu persatu sesuai dengan jumlah yang tertera. Jangan khawatir, selain tiket yang keluar juga satu persatu, uang kembaliannya akan keluar, kalau memang ada.

Dari KL Sentral kami membeli tiket KTM Komuter ke Stasiun Batu Caves. Platform kereta ini terletak di bawah tanah dan ada gerbong khusus perempuannya kalau mau. Dalam perjalanan kami mendapatkan seorang teman dari Filipina yang baru datang dari Singapura. Dia seorang fotografer dan sedang hunting foto.

Pintu keluar stasiun langsung berada di areal Batu Caves. Suasana India dan Hindu sangat tampak di sini, apalagi sepertinya baru saja ada acara yang kami pikir pernikahan. Saya pun mulai kegirangan karena berhasil mencapai tempat yang kemarin-kemarin sudah dikhayalkan. Maka  dimulailah aksi foto-foto ditambah pengalaman mendaki 272 anak tangga menuju gua yang ada di dalam tebing sambil melihat monyet-monyet kelaparan. Di pelataran juga ada burung-burung yang siap diberi makan. Di dekat anak tangga paling atas, kalau jeli, ada seorang wanita tua misterius dengan rambut sangat panjang. Kami melihatnya sewaktu akan turun.

Dari Batu Caves perjalanan kami lanjut ke Pasar Seni. Sama seperti waktu pergi, kami harus kembali ke Stasiun KL Sentral, lalu tinggal jalan kaki saja ke gedung Pasar Seni. Di tengah jalan langkah kami terhenti karena taking pictures dengan background bangunan megah Masjid Jamek.

Pasar Seni (Central Market) adalah areal perdagangan yang terdiri dari 2 lantai dan terletak di dalam gedung berwarna biru muda yang bersih dan ber-AC. Di sini banyak dijual kerajinan, pakaian, asesoris, dan suvenir untuk oleh-oleh. Harga gantungan kunci yang murah berkisar antara RM6-9 untuk 1 set yang berisi 6 buah. Ada mushola di atas lantai dua, cari saja pintu yang di atasnya ada tanda dan tulisan SURAU, dan kalau mau ke kamar kecil, siapkan uang RM0,5. Untuk melemaskan kaki, teman saya mengajak ke kios fish spa seharga RM5 selama 10 menit. Coba saja, dan jangan lupa ekspresi muka difoto waktu kaki baru dimasukkan :). 

Setelah makan siang di foodcourt-nya dan keliling sekali lagi, kami segera berjalan kaki menuju Jl. Petaling (Chinatown). Dalam perjalanan saya sempat membantu sepasang turis Jepang yang sedang membuka peta dan mencari Pasar Seni. Mungkin dikiranya saya gadis Malaysia hahahha... Lalu kami singgah di Kuil China (Budha) dan Kuil Hindu Sri Maha Mariamman Temple. Di kuil China Kalau kita mau 'dibaca' silahkan coba, dan gratis! Dibandingkan di Pasar Seni, barang-barang di sini lebih mahal, istilah orang sini cekik dahak, maksudnya nyekek leher saking mahalnya. Di sini kami hanya melihat-lihat dan mencoba minuman segar Air Mata Kucing, seperti es teh tapi ada campuran buah kelengkengnya. Saat itu kami melihat aktifitas rutin setiap sore para pedagang yang mulai membuka lapak-lapaknya di bagian tengah jalan yang tadinya kosong.

Setelah puas di sini, kami kembali melanjutkan perjalanan ke KLCC (Kuala Lumpur City Center). Dari Chinatown tinggal jalan kaki saja sekitar 10 menitan ke stasiun Pasar Seni untuk membeli tiket ke Stasiun KLCC. Hmmm... keluar dari stasiun ini hidung saya disambut aroma kopi roti boy yang menyegarkan... Ternyata kami berada di dalam sebuah mall, itulah Suria KLCC, mall yang menyatu dengan Menara Petronas. Waktu itu kami tidak begitu berminat belanja atau mengeliling mall. Kami lebih memilih keluar menikmati suasana tamannya. Banyak orang yang hanya sekadar duduk-duduk, berkeliling, atau jogging. Kami sengaja menunggu sampai malam untuk mendapatkan moment ketika menara menyala. The best spot untuk yang mau foto dengan background Twin Tower adalah di  ujung halaman depan yang ada air mancurnya  kalau malam hari. Ambil posisi di bagian kanan (membelakangi menara) sebelah tangga. Tidak perlu malu-malu karena banyak orang melakukan hal yang sama dengan dengan apa yang ingin kita lakukan di sini :). Dari sini kami langsung pulang dengan kaki sangat terasa capek.

Senin, 21 Februari 2011 
Genting Highland, Jalan Bukit Bintang, dan Stadium Nasiona Bukit Jalil
Pagi-pagi setelah berpamitan, saya dan teman melanjutkan perjalanan ke Genting Highland setelah sarapan di tempat kemarin. Karena bosan ke KL Sentral terus, kami mencoba dari Stasiun Pasar Seni langsung ke Stasiun LRT Gombak. Walah, sempat terjadi salah arah. Lupa, seharusnya kami melihat dulu papan petunjuk rute yang menunjukan di platform mana kereta kami lewat, bukannya asal jalan dan naik saja. Biasaya papan ini ditempatkan di depan tangga menuju platform. Saya sarankan tidak perlu panik, cukup keluar ketika  kereta berhenti dan naik kereta dengan arah yang benar Bagaimana bisa ketahuan? Tinggal dengarkan saja pemberitahuan di dalam kereta dan mencocokannya dengan rute yang tertera di atas pintu.

Sampai di stasiun Gombak, kami membeli tiket bis ke GH seharga RM3,4. Loketnya nyempil di sebelah kiri. Tiket itu sudah termasuk shuttle bus atau cable car bolak-balik dari Genting Lower Skyway Station. Bis ke GH yang dari KL Sentral bentuknya juga sama seperti yang di Gombak, tapi mungkin tarifnya lain. Bis yang di kaca depannya ada tulisan 'Go Genting' ini membawa penumpang ke GLSS dan menerus perjalanan dengan shuttle bus ke areal GH karena hari itu cable car sedang di-service dan baru beroperasi lagi hari sabtu. Sampai di GLSS kami naik ke lantai 3, tapi kebingungan karena tidak melihat ada shuttle bus-nya maupun petugas. Lalu bolak-balik turun-naik lift dan toleh kiri-kanan, sampai akhirnya ketemu juga. Memang benar ada di lantai 3, lalu belok kanan, bukannya belok kiri, tempat parkiran.

Sampai di sana, kami tidak mencoba arena bermain karena mengingat waktu dan keuangan. Hari itu kami kasih judul 'Kantong dan Waktu yang Genting di Genting'. Kami hanya mencoba kereta seharga RM5 yang membawa kami berkeliling areal GH dan First World Hotel yang katanya terdiri dari ribuan kamar dan berada persis di sebelah pintu masuk arena bermain GH.

Dari sini, bagi yang mau kembali ke GLSS harus berjalan dulu  ke terminal bis yang ada di depan FW Hotel. Jangan salah naik, shuttle bus (Bahasa Melayunya BUS PERSIAPAN) yang ada di bawah atap FWH adalah bus menuju Casino. Kami sempat naik lalu turun lagi setelah memastikan tujuan bis kepada supirnya. Dari terminal ini kita juga bisa menyewa taxi langsung ke KL, dan saya sempat melihat ada tulisan Singapura di kaca sebuah loket, mungkin dari sini juga bisa langsung ke Singapura. Karena kami masih punya fasilitas gratis dengan shuttle bus, kami memutuskan kembali ke GLSS dan langsung membeli tiket bus ke KL Sentral seharga RM4,3.

Dari GH kami menuju Bukit Bintang sekalian  makan siang dan membeli sedikit bekal untuk di jalan. Saya mencoba hainan chicken rice dan teman saya mencoba nasi goreng (saya lupa namanya). Ketika sedang menyusuri jalan, tanpa sengaja kami membaca gerbang bertuliskan Ain Arabia. Kurang tahu juga ini daerah apa, tapi kami sempat beristirahat sebentar di tamannya.

Puas di sini, kami segera menuju Stasiun Bukit Jalil untuk melanjutkan perjalanan dengan bis ke Singapura. Katanya sih, tidak perlu ke sini kalau mau ke Singapura, tapi kami sengaja karena namanya juga jalan-jalan... Pintu keluar stasiun ini langsung mengarah ke Stadium Nasional. Dada langsung berdesir mengingat pertandingan Indonesia vs Malaysia di Piala AFF Suzuki 2010. Kami melihat bahwa daerah itu sepertinya memang diperuntukan bagi olahraga, banyak fasilitas dan sarana olahraga di sekitarnya. Petugas melarang kami waktu ingin masuk ke lapangan dengan alasan sudah sore dan tertutup untuk umum. Dari sini kami tinggal berjalan kaki ke terminal Bukit Jalil, letaknya di arah kanan begitu keluar areal stasiun

Karena memang ini stasiun dadakan selama terminal Puduraya direnovasi, loket-loket tiketnya pun berada di dalam tenda besar, tinggal pilih mau bis yang mana. Waktu itu kami memilih Konsortium  Bas Ekspres Semenanjung (KBES) dengan tarif RM39. Bus mulai bergerak sekitar jam 6 sore. Perjalanan panjang melewati Johor Bahru ini sempat istirahat di sebuah tempat makan sebelum menurunkan penumpang di terminal Johor Bahru. Di sini kami berdua sempat kebingungan karena hampir semua penumpang (jurusan JB) turun. Kemudian bis yang tinggal berisi 4 orang penumpang itu segera melanjutkan perjalanan ke Woodland, pintu/tempat keluar dari negara Malaysia. Penumpang dipersilahkan turun dari bis yang akan menunggu, tanpa perlu membawa barang-barang kecuali paspor dan potongan kartu yang diisi waktu di dalam pesawat tempo hari. Di sini kami sempat ditegur petugas karena iseng berfoto. Keluar dari sini, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Singapura.

FYI, uang ringgit saya masih bersisa RM15,3 (RM1 = Rp2900-an).

Evidence














3 comments:

yunita said...

pengen ke luar negeri jg:(

yunita said...

pengen ke luar negeri jg:(

Anonymous said...

ouh jadi potongan yang di pesawat itu masih di bawa ?