Monday, January 9, 2012

Accommodation in Bengkulu

These are some hotels in cities outside of Bengkulu City. You can open here to see hotels in Bengkulu City.


Curup, Rejang Lebong
  • Villa Hijau (Hotel n Restaurant)
           Jl. Raya Curup - Lubuk Linggau No. 99
           Ph. 0732 - 325333
           HP. 085284430333 - 081368012369 - 081367150533 - 081367187919
  • Villa Homestay Wisata 1
          Jl. Raya Curup - Lubuk Linggau Km. 16 No. 99 (next to Villa Hijau)
          Ph. 0732 - 7000489
          HP. 085758050090
  • Villa Homestay Wisata 2
          Jl. Raya Curup - Lubuk Linggau Km. 16
  • Hotel Bukit Kaba
          Jl. Sukowati
          Ph. 0732 - 21355
  • Hotel Wisata Baru
          Jl. MH. Thamrin
          Ph. 0732 - 24161
  • Hotel Aman Jaya
          Jl. AK. Gani No. 10


Kepahiang
  • Penginapan Mutiara
             Jl. Santoso
  • Guest House Graha Utama, Kabawetan
             Jl. Perkebunan Teh Kabawetan


Muara Amman, Lebong
  • Penginapan Sukma Jaya
             Jl. Pasa Muara Amman
  • Losmen Supoyono
             Jl. Pasar Muara Amman
  • Wisma Bunga Kibut
             Lebong Selatan
  • Hotel Samadiya
            Jl. Pasar Muara Amman


Arga Makmur, Bengkulu Utara
  • Pasir Putih Resort Kemumu
             Jl. Ahmad Yani No. 1
             Ph. 0737 - 521169
             HP. 081377520404
  • Mutiara
             Jl. Sutan Syarir
             Telp. 0737 - 521064
  • Wisma Melur
             Jl. Husni Thamrin
             Ph. 0737 - 521050
  • Kurnia
             Jl. Husni Thamrin No.11
             Ph. 0737 - 521169
  • Losmen Makmur
             Jl. Samsul Bahrun
             Ph. 0737 - 521403
  • Bundaran
             Jl. Sudirman (Bundaran)
  • Marwa
             Jl. Samsul Bahrun
  • Rafflesia
             Jl. Husni Thamrin
  • Pantai Indah
             Jl. Dusun Air Petai, Putri Hijau
  • Penginapan Alam
             Putri Hijau
  • Penginapan Prio
              Desa Kota Bani, Putri Hijau


Bintuhan, Kaur
  • Eka Nurza
            Jl. Bintuhan Kaur Selatan
  • Cantio
            Jl. Bintuhan Kaur Selatan

Tuesday, January 3, 2012

Lost in Curup

Sebenarnya sejak batita saya sudah bolak balik Curup, secara itu adalah kampung halaman papa saya. Ketika nenek saya masih ada kami sekeluarga besar sering ke sana, tetapi saya tidak pernah mengenal dekat kota ini. Tanggal 31 Desember 2011 saya berangkat ke sana. Sendirian. Tidak ada tujuan apa-apa, hanya ingin tahu saja. Dan niat itu semakin kencang setelah mengetahui bahwa minim sekali informasi tentang Kota Curup, ibukota Kabupaten Rejang Lebong, padahal banyak wisatawan yang datang ke Bengkulu ingin 'main' ke sana karena pesona daerah pegunungannya. Info tentang objek wisatanya mungkin banyak, tetapi 'how-to-reach-it' bisa dikatakan tidak ada.

Sabtu pagi saya berangkat ke Terminal Panorama, ke simpang Jalan Manggis tempat mobil L300 jurusan Kepahiang dan Curup mangkal. Ongkos ke Curup Rp20.000 dan yang ke Kepahiang ongkosnya Rp15.000. saya sengaja pergi pagi untuk antisipasi penginapan yang dikhawatirkan penuh. Nasib baik memperkenalkan saya kepada seorang mahasiswi yang juga akan ke Curup, dan ternyata rumah orang tuanya berada di daerah tujuan saya, di sebelah Villa Hijau, penginapan yang saya incar. Saya penasaran dengan penginapan ini karena banyak turis yang selalu menginap di sana setiap ke Curup. Saya jadi tahu bahwa daerah itu dikenal dengan sebutan Danau karena terdapat Danau Mas, objek wisata yang sangat terkenal.

Biasanya mobil akan berhenti di Pasar Atas. Ada baiknya sebelum naik ditanya dulu agar tidak kejadian seperti saya yang hari itu ternyata hanya sampai Simpang Lebong. Dari sana naik ojek lagi Rp3000 (tarif standar) ke Pasar Atas, lalu naik mikrolet biru tujuan Danau, ongkosnya Rp5000. Angkot ini hanya sampai depan danau, kalau mau terus ke Lubuk Linggau, dari Pasar Atas bisa langsung naik angkot kompong, angkot tipe lama, penumpang duduk berhadapan dan harus mengetuk kaca jika akan berhenti.

Sayang, Villa Hijau hari itu fully booked. Akhirnya saya menginap di Villa Homestay Wisata 2, setelah disarankan dari Villa Homestay Wisata 1 yang persis berada di samping VH. Tempatnya tidak jauh dari sana, jalan kaki kurang dari 5 menit ke bawah, sebelum VH. Harga kamar yang saya tempati Rp150.000, lebih mahal Rp20.000 dari kamar standar yang sama di VHW1, katanya sih ukuran kamar di sini lebih besar. Fasilitas hanya yang ada di kamar termasuk handuk dan sabun, tidak ada sarapan, air panas dan pasta gigi. Bagi yang membawa kendaraan bisa dititip di teras belakang. Yang mahal dari daerah ini adalah pemandangannya. Sejauh mata memandang, hanya ada warna hijau. Biasanya ada strawberry, tapi kemarin sepertinya lagi musim tanam kol dan daun bawang.

Bukit Kaba (depan) waktu sore
Kebun sayuran (belakang) waktu pagi
pintu masuk Danau Mas
Setelah beres-beres, siang itu saya bermaksud cari makan di daerah Danau Mas. Katanya sih lumayan dekat kalau jalan kaki, secara bisa kelihatan dari belakang penginapan, tetapi tidak mau mengambil resiko saya naik angkot kompong, ongkosnya Rp2000. Harus cukup sabar menunggu angkot di daerah sini, karena jarang dan terkadang tidak mau menaikan penumpang karena sudah penuh dengan barang.

Saya merasa pusing yang sepertinya karena angin yang bebas masuk dari jendela mobil ketika tadi berangkat, oleh sebab itu saya memilih makan soto ayam pakai lontong seharga Rp9000 yang persis berada di sebelah gerbang masuk Danau Mas. Lumayan untuk ganjal perut. 

Selesai makan saya berjalan ke Danau Mas dan harus membayar tiket masuk Rp2000. Sambil memperhatikan sekeliling saya terpaksa mengenakan sweater karena dingin sekali. Di sini, pertama kalinya saya mencoba flying fox dengan membayar Rp20.000. Awalnya saja degdegan seperti naik rollercoster, tapi hanya sekejap. Setelah itu saya mencoba perahu ketek mengelilingi danau. Seperti perahu di Marina River Singapura, tapi tanpa iringan musik lagu Rasa Sayang Sayange dan penjelasan tentang apa-apa yang diihat di sekeliling danau. Yang terdengar hanya suara mesin perahu. Ongkosnya Rp10.000/orang dan mesti menunggu banyak orang, kecuali dicarter Rp100.000 untuk 5 orang, dengan durasi sekitar 20 menit.

Kepala masih nyut-nyutan. Mau jalan-jalan ke pusat kota khawatir dengan waktu dan sarana transportasinya. Akhirnya sekitar jam 14.30 saya memutuskan kembali ke penginapan. Karena menunggu angkot lama sekali saya bermaksud jalan kaki saja. Di depan warung yang masih berada di dekat danau saya iseng bertanya kepada ibu pemiliknya berapa ongkos ojek kalau mau ke Bukit Kaba. Dia dan seorang pria yang mungkin suaminya itu tidak tahu. Tapi suaminya yang saat itu sedang mengeluarkan motor karena mau membeli air galonan menawarkan mengantar saya ke sana karena mungkin dikiranya saya mau tahun baruan di puncak bukit, tetapi saya tolak dan bilang mau kembali ke penginapan, dan untungnya dia tetap menawarkan mengantar karena dia juga pasti melewati penginapan saya.

jeruk nipis panas
Sengsara sekali saya sore itu. Cemilan yang saya beli rasanya tidak enak, bahkan popmi yang saya pikir akan memberikan kehangatan perut memaksa keluar lagi.

udang goreng tepung saos mentega dan ayam pindang
Malamnya saya memutuskan makan enak di VH. Entah di daerah kotanya, tapi suasana jalan di sini tetap sepi dan dingin. Malam tahun baru saya lewati hanya dengan tiduran sambil menonton film dan menikmati dentuman kembang api. Sayang saya gagal menginap di VH, tampaknya mereka punya acara sendiri karena saya bisa mendengar dan melihat kembang api mereka dari balkon kamar.

Simpang Bukit Kaba
Tanggal 1 Januari 2012 saya bangun kesiangan. Rencana lari pagi ke Danau Mas terpaksa batal. Demi efisiensi waktu dan penasaran, pagi itu saya memutuskan  check out dan mendaki Bukit Kaba. Saya yakin saya tidak akan benar-benar sendiri karena tempat itu bukan lagi monopoli para pendaki gunung atau pencinta alam seperti zaman SMA saya dulu. Dari penginapan saya naik angkot Rp2000 ke Simpang Bukit Kaba.

Posko
Sambil sarapan lontong telur, Rp5000, saya masih berusaha bertanya tentang tarif ojek ke kaki bukit yang oleh warga setempat disebut Camp. Herannya, jawabannya berbeda-beda dari kemarin. Obrolan pagi ini semakin menguatkan tekad saya karena ternyata banyak orang yang ke sana dari pagi tadi, justru malamnya sepi.

Camp
jalan masuk ke bukit
Benar saja, ramai sekali di Camp. Sesaat saya tampak bingung karena akan mendaki bersama siapa dan kemana arahnya. Mata saya menangkap 3 orang anak perempuan yang baru keluar dari tempat semacam posko, langsung saya sapa seorang dari mereka dan minta bergabung, mereka setuju. Maka dimulailah pendakian setelah saya mengisi buku tamu dan membayar Rp2000. Petugas disana juga berpesan untuk mencatat nomor handphone yang bisa dihubungi kalau terjadi apa-apa di atas (sayang, sudah terhapus tanpa sengaja).

Dari obrolan saya jadi tahu bahwa tadi mereka bayar ojek hanya Rp5000 sedangkan saya Rp10.000, tidak bayar apapun di posko dan salah seorang dari mereka baru dari Bukit Kaba seminggu yang lalu.

puncak bukit dan tangga ke kawah
Selama perjalanan sekitar 1,5-2 jam hingga ke puncak saya banyak banyak bertemu pengguna motor. Jalan setapak untuk mendaki sudah terbuat dari koral, hanya sebagian kecil saja jalan tanah yang harus diwaspadai. Tempat ini sudah menjadi tempat piknik, banyak keluarga yang datang dengan anak kecil dan membawa bekal. Walaupun mengganggu, tas yang biasa saya bawa ke kantor hari itu tidaklah begitu membuat saya 'salah kostum'.

Dari puncak bukit, saya melanjutkan perjalanan ke puncak kawah dengan mendaki puluhan anak tangga. Dari sini bisa melihat ke bawah, tempat sumber belerang. Bisa turun mendekat kalau mau, tapi saya tidak. Dejavu, teringat waktu pertama kali ke sini bersama teman-teman IPALA, ekskul pencinta alam SMA yang memperingati 17 Agustus. Sampai di atas saya dan teman-teman baru saya menikmati pemandangan sambil makan siang. Jangan ditanya capek dan puasnya begitu sampai di puncak.

kawah
Sekitar jam 12 kami memutuskan turun. Kalau saja lutut kanan saya tidak bermasalah, saya pasti bisa mengimbangi langkah mereka bertiga, untunglah mereka pengertian. Kesakitan saya membuat posko terasa jauh, dan setelah istirahat sebentar mereka mengajak saya berjalan kaki ke simpang karena tidak ada ojek dari Camp.

Awalnya saya mengajak mereka menunggu ojek yang mengantarkan penumpang, tapi mereka berkeras tidak ada ojek, membuat saya ingin meninggalkan mereka saja dengan nebeng motor yang lewat, sayangnya tidak ada. Saya selalu melihat ke belakang sementara mereka beberapa meter di depan saya. Lalu, dengan sedikit berharap saya melihat ke arah mobil yang mendekat, dan rupanya mobil itu berhenti. Saya berteriak memanggil mereka dan kami pun duduk di bak mobil. Benar-benar gempor kalau mesti jalan kaki ke simpang, dengan kendaraan saja sekitar 10 menitan. Pemilik mobil ternyata keluarga yang kami jumpai di tengah perjalanan turun dari bukit tadi.

Dari Simpang Bukit Kaba saya langsung naik angkot ke Pasar Atas. Dari angkot kelihatan kalau di Suban pasti ramai sekali karena jalan masuknya macet, beruntung tidak jadi ke sana. Sampai di pasar saya tidak melihat ada mobil L300 yang mangkal. Supir angkot asal saja menjawab sewaktu saya tanya, dan ketika bertanya kepada seorang penjual malah dia bilang di sana tidak ada mobil yang ke Bengkulu. Terdesak waktu, saya memutuskan naik ojek Rp3000, bilang ke Bundaran, tempat mobil L300 sering mangkal. Ini adalah daerah yang pasti dilewati kalau mau masuk atau keluar Curup menuju Kepahiang dan Bengkulu. Biasanya mobil tidak menunggu lama karena banyak penumpang di jalan. Kalau lapar, di sini juga banyak tempat makan.

what a perfect way to start up my year...:)

Suggestion Itinerary:
Bengkulu - Bukit Kaba/Danau Mas/Suban :
  Terminal Panorama - Curup (Pasar Atas)    :  Rp20.000
  Pasar Atas - Simpang Bukit Kaba               : Rp5000
  Simpang Bukit Kaba - Camp (ojek)            : Rp5000
                             
  Pasar Atas - Danau Mas                             : Rp5000

  Pasar Atas - Suban                                     : Rp2000

*if the driver stops at Simpang Lebong you can take ojek Rp3000 to Pasar Atas

Bengkulu - Curup (city) : Terminal Panorama - Curup                     :  Rp20.000
You can stop at Bundaran if you want to go to Jl. Sukowati or Jl. Basuki Rahmat (Dwi Tunggal) or you can stop at Simpang Lebong, in middle of main road, Jl. M.H Thamrin and Jl. Merdeka. The sign is traffic light.